Senin, 23 Desember 2013

MUSEUM BAHARI

MUSEUM BAHARI
Sejarah Museum Bahari

Museum Bahari adalah museum yang menampilkan koleksi benda-benda yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Museum bersejarah ini berdiri di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa, Tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara, menghadap ke Teluk Jakarta. Museum Bahari menyimpan 126 koleki benda-benda sejarah kelautan. Terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur, foto-foto dan biota laut lainnya.

Adalah bekas gudang rempah-rempah VOC Belanda, terletak di tepi Teluk Jakarta yang indah. Dahulu kala tempat itu menjadi pusat perniagaan penting. Begitu sibuknya sehingga perlu penjagaan ketat, Kapal-kapal besar dan kecil hilir-mudik mengangkut rempah-rempah, berupa cengkeh, buah pala, lada, kayu manis, kayu putih, tembakau, kopra, daun teh, biji kopi dan lain-lain diangkut ke Eropa dan beberapa negara lain di dunia.

Hasil bumi Nusantara ini menjadi monopoli komoditi penting perusahaan dagang VOC (Vereningde Indische Compagnie) Belanda. Hingga kini gudang tua itu masih bertengger dan terkesan angker. Cocok diubah fungsinya sebagai museum yang menyimpan benda-benda sejarah kelautan.

Bangunan tahun 1652

Bangunan berlantai tiga itu didirikan tahun 1652 oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda di Batavia. Tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara, menghadap Teluk Jakarta. Disebelah kanan tak jauh dari gudang induk dibangun menara. Sekarang dikenal dengan nama Menara Syahbandar dibangun tahun 1839 untuk proses administrasi keluar masuknya kapal sekaligus sebagai pusat pengawasan lautan dan daratan sekitar.

Secara signifikan gudang tersebut mengalami perubahan. Tahun perubahan itu dapat dilihat pada pintu-pintu masuk. Di antaranya tahun 1718, 1719 dan 1771. Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya ketika perang dunia II meletus (1939-1945) gudang tersebut menjadi tempat logistik peralatan militer tentara Dai Nippon. Setelah Indonesia Merdeka difungsikan untuk gudang logistik PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan PTT (Post Telepon dan Telegram)

Sejauh ini gudang bersejarah itu tampak lebih utuh setelah direnovasi Pemda DKI Jakarta dan diresmikan menjadi Museum Bahari pada 7 Juli 1977 oleh Ali Sadikin, yang pada waktu itu menjabat Gubernur DKI Jakarta. Di perut Museum Bahari tersimpan benda-benda sejarah berupa kapal dan perahu-perahu asli maupun miniatur. Mengingatkan kepada kita bahwa sejak jaman dahulu kala ‘nenek moyangku orang pelaut’. Ada kebanggaan ‘kebaharian’ dari bangsa pemberani di dalam mengarungi samudra luas dan ganas. 






Dari Perahu Bugis ke Kapal VOC

Di antara materi sejarah bahari yang dipajang antara lain perahu tradisi asli Lancang Kuning (Riau), Perahu Phinisi Bugis (Sulawesi Selatan), Jukung Karere (Irian) berukuran panjang 11 meter. Miniatur Kapal VOC Batavia, miniatur kapal latih Dewa Ruci, biota laut, foto-foto dan sebagainya. Museum ini selain sebagai pusat informasi budaya kelautan, juga menjadi tempat wisata pendidikan bagi leluhur baru yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai sejarah kebaharian bangsa tempo dulu.

Arsitek kolonial Belanda betul-betul mempersiapkan bangunan berlantai tiga itu secara matang. Agar dapat bertahan lama terhadap gempuran badai laut tropis yang mengandung garam. Tembok sekeliling gudang sangat tebal, tiang-tiag penyangga langit-langitnya pun kokoh. Menggunakan kayu ulin (kayu besi) berukuran besar sehingga tak gampang keropos dari gangguan cuaca mau pun rayap. Tiang-tiang penyangga itu berjajar ditiap lantai ruangan yang luas lagi lebar. Bayangkan, sejak gudang itu dibangun hingga sekarang, tiang penyangganya masih kokoh. Udara ruangan pun tetap terjaga. Dengan demikian rempah-rempah yang tersimpan disitu bisa bertahan lama tak gampang membusuk. Rancangan teknis pengaturan sirkulasi udara menjadikan seluruh ruangan terasa sejuk. Sehingga rempah-rempah itu tetap segar sebelum dikirim keberbagai tempat nan jauh. Pengaturan sirkulasi udara itu diupayakan dengan menempatkan puluhan jendela berukuran besar pada tiap ruangan. Bahkan jendela-jendela lebar itu selalu terbuka siang -malam sepanjang masa.






Gudang VOC

Museum Bahari Indonesia terletak di Jalan Pasar Ikan 1, di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, di ujung utara Kota Jakarta. Gedung itu dibangun sebagai gudang penyimpanan rempah-rempah dan hasil bumi oleh Kongsi Dagang Belanda (VOC), secara bertahap sejak 1652 hingga 1759.

Pada 1976, kompleks bangunan yang terdiri atas dua bagian, sisi barat yang disebut Gudang Barat (Westzijdsch Pakhueizen) dan Gudang Timur (Oosjzijdsch Pakhuizen) itu, diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kompleks itu diresmikan sebagai Museum Bahari pada 7 Juli 1977.

Di museum itu dipamerkan berbagai benda peninggalan VOC, foto-foto, lukisan, alat navigasi, serta benda lainnya, yang berhubungan dengan kebaharian Indonesia. Di sela-sela itu, bisa disimak model atau replika perahu mayang, perahu lancang kuning, perahu pinisi, dan kapal modern.

Pada Bangunan C, yang terletak di belakang, bisa ditemui berbagai model perahu tradisional dalam ukuran asli. Paling menarik adalah perahu Papua, yang dibuat dari kayu utuh.

Di tempat itu juga disimpan Cadik Nusantara, perahu bercadik yang dipakai Pemuda Pelopor Effendy Soleman berlayar seorang diri menempuh jarak Jakarta - Brunei Darussalam pergi-pulang. Museum Bahari menggambarkan tradisi melaut nenek moyang bangsa Indonesia dan juga pentingnya laut bagi perekonomian Indonesia dari dulu hingga kini.

Bangunan antik gedung-gedungnya kini acap dipakai sebagai lokasi pemotretan prewedding dan lokasi pengambilan gambar bagi videoklip. Gatut juga berencana untuk memaksimalkan penggunaan Bangunan B untuk keperluan pertemuan-pertemuan.
Gedung Museum Bahari semula adalah gudang penyimpanan rempah-rempah. VOC membangun gedung ini secara bertahap sejak 1652 hingga 1759. Pada 1976 kompleks gedung ini diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta yang kemudian dipersiapkan sebagai sebuah museum. Museum Bahari diresmikan pemakaiannya pada 7 Juli 1977.

Museum Bahari bertugas melestarikan, memelihara, merawat, dan menyajikan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan kehidupan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia. Jumlah koleksinya sekitar 1835 buah.

Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:
1. Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan.

2. Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.

3. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional
Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.

4. Ruang Biota Laut
Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, dan dugong.

5. Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia)
Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.

6. Ruang Navigasi
Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu navigasi.



7. Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa
Koleksi yang dipamerkan: foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.

Museum ini memberikan informasi mengenai kehidupan dan sejarah bahari Indonesia dan tentunya Anda bisa mengagumi koleksi-koleksi bahari Indonesia sekaligus meniti sejarahnya. Museum Bahari terbuka lebar untuk Anda. Di sini Anda dapat berimajinasi menjadi seorang pengembara atau bajak laut yang mengarungi lautan luas dengan kapal-kapal yang kokoh.





                                               













0 komentar:

Posting Komentar