Senin, 23 Desember 2013

“ JAUHI SIFAT AMARAH, DENGKI DAN SOMBONG “

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
B.     RUMUSAN MASALAH
C.     TUJUAN

BAB II
PEMBAHASAN
“ JAUHI SIFAT AMARAH, DENGKI DAN SOMBONG “
A.   AMARAH
Definisi
Marah itu sebenarnya adalah suatu perasaan yg asalnya dari secebis api yang tercipta dari kekuasaan Allah SWT, yang panasnya naik ke pangkal hati dan bersemadi pula di dalam lubuk hati hingga membara, kemudian diselaputi oleh abunya. Daripadanya terpancar sifat amarah yang terpendam di dalam hati setiap orang yang sombong dan bongkak, seperti terpancarnya api dari batu yang bergesel dengan batu atau objek lain yang boleh mengeluarkan api.Orang yg melihat dengan nurul-yakin(cahaya keyakinan) sesungguhnya dapat menyingkap , bahawa dari manusia itu telah ditarik sepotong urat yang berhubung kait dengan hasutan syaitan, apabila api kemarahan seseorang itu mula berkobar-kobar, maka, hasutan syaitan menjadi semakin kukuh dan membuak-buak, sebagaimana pernah diceritakan dalam al-quran surah al-A’raf ayat 12 yg bermaksud: “ENGKAU (TUHAN) TELAH MENCIPTAKAN AKU DARI API, DAN ENGKAU CIPTAKAN IA (MANUSIA) DARI TANAH”.

Sikap tanah itu sentiasa bertenang dan tetap, manakala sifat api pula bernyala-nyala, menyerang, berkobar-kobar dan bergelodak. Kemudian timbul dari sifat marah itu perasaan-perasaan lain, yaitu DENDAM, HASAD dan DENGKI, dan menerusi sifat-sifat inilah telah banyak orang yg binasa dan banyak juga orang yg rosak. Pokok segala kebinasaan dan kerosakan itu berpunca dari seketul daging(hati), jika hati dijaga dengan baik, mka baiklah seluruh tubuh badan seseorang. 


Jika sekiranya kita telah mengetahui bahawa sifat-sifat dendam, dengki dan marah itu di antara sifat-sifat yang menarik atau membawa manusia kepada sebab-sebab kemusnahan dan kecelakaan, maka perlulah seseorang itu mengetahui sebab-sebab pendorongnya atau punca-punca perosaknya, agar ia dapat menghindarkan diri daripada bahaya-bahaya itu, dan agar ia dapat berhati-hati dan menjauhkan hati dari diseliputi perasaan tersebut.



Akibat Yang Ditimbulkan

Keburukan Sifat Marah tertera dalam surah al-fath: ayat 26, Allah SWT telah berfirman yg bermaksud:
“PERHATIKAN KETIKA ALLAH MENIMBULKAN DALAM HATI ORANG-ORANG YG TIDAK BERIMAN KEPADANYA ITU, PERASAAN SOMBONG, IAITU SIFAT SOMBONG DI ZAMAN JAHILIAH, LALU ALLAH MENURUNKAN PULA KETENANGANNYA KE ATAS RASULNYA DAN KE ATAS KAUM MU’MININ”.

Ayat ini telah mencela kaum musyrikin atau orang-orang yg tidak beriman kepada Allah SWT,disebabkan mereka telah melahirkan perasaan sombong yang timbul dari perasaan marah terhadap yg berhak dan membela yg batil.Begitu pula ia telah memuji juga kaum Mu’minin atau orang-orang yg beriman terhadap Allah SWT, disebabkan sikap mereka yg menerima secara ikhlas dan penuh kesedaran, lalu diturunkan ke atas mereka perasaan tenang. 

Diriwayatkan, ada seorang telah mendatangi Rasullullah SAW. sambil memohon supaya baginda mewasiatkan sesuatu wasiat yg pendek dan sedikit sahaja. Maka baginda bersabda kepadanya:“JANGAN MARAH! Diulangi permintaannya lagi, maka baginda bersabda sekali lagi : JANGAN MARAH! Rasullullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat: apakah yg kamu dapat fahamkan tentang maksud bergelut? Kata para sahabat: penggusti yg tidak dapat ditumbangkan dalam pergelutannya. Sabda Baginda: Bukan itu yg aku maksudkan, tetapi orang yg bergelut itu adalah orang yang dapat menahan dirinya ketika dalam kemuncak kemarahannya. 

Berkata Ja’far r.a: Kemarahan itu kunci segala kecelakaan. Sesetengah para sahabat berkata: Pokok pangkal sifat bodoh itu adalah DEGIL dan pemimpinnya ialah MARAH. Barang siapa yg merelakan dirinya diselimuti dengan kejahilan, tidak perlu lagi baginya sifat toleransi. Toleransi adalah sifat yg baik dan banyak mendatangkan manfaat.Sedangkan kejahilan pula adalah sifat yg buruk dan mendatangkan banyak mudarat. Berdiam diri atau tidak melayani pertanyaan dari seorang yg bodoh adalah jawapannya
Cara Mengendalikan Sifat Amarah
Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyahmengungkapkan hendaknya seorang Muslim memperhatikan adab-abad yang berkaitan dengan marah. Berikut adab atau cara mengendalikan marah menurut Islam:
1.      Jangan marah kecuali karena Allah SWT. Marah karena Allah merupakan sesuatu yang disukai dan mendapatkan pahala. Seorang Muslim yang marah karena hukum Allah diabaikan merupakan contoh marah karena Allah, misalnya marah ketika menyaksikan perbuatan haram.
2.      Berlemah lembut dan tak marah karena urusan dunia. Sesungguhnya semua kemarahan itu buruk, kecuali karena Allah SWT. Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada mengingatkan, kemarahan kerap berujung pada pertikaian dan perselisihan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar dan dapat pula memutuskan silaturahim.
3.      Mengingat keagungan dan kekuasaan Allah ketika marah. Ketika mengingat kebesaran Allah SWT, maka kemarahan bisa diredam. Bahkan, mungkin tak jadi marah sama sekali. Itulah adab paling bermanfaat yang dapat menolong seseorang untuk berlaku santun dan sabar.
4.      Menahan dan meredam amarah jika telah muncul. Allah SWT menyukai seseorang yang dapat menahan dan meredam amarahnya. Allah SWT berfirman, ” … dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran:134).
5.      Berlindung kepada Allah ketika marah. Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang yang marah mengucapkan; ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah SWT) niscaya akan reda kemarahannya.” (HR Ibu ‘Adi dalam al-Kaamil.)
6.      Diam. Rasulullah SAW bersabda, “Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR Ahmad). Terkadang orang yang sedang marah mengatakan sesuatu yang dapat merusak agamanya, menyalakan api perselisihan dan menambah kedengkian.
7.      Mengubah posisi ketika marah. Mengubah posisi ketika marah merupakan petunjuk dan perintah Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).
8.      Berwudhu atau mandi. Menurut Syekh Sayyid Nada, marah adalah api setan yang dapat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf.
9.      Memberi maaf dan bersabar. Orang yang marah sudah selayaknya memberikan ampunan kepada orang yang membuatnya marah. Allah SWT memuji para hamba-Nya “… dan jika mereka marah mereka memberi maaf.” (QS Asy-Syuura:37).
B.   DENGKI
Definisi
Dengki atau disebut juga hasad berasal dari kata bahasa Arab Hasada, bentuk fa’ilnya adalah Hasid. Hasad adalah membenci kenikmatan Allah kepada saudaranya, dan ia menginginkan kenikmatan itu hilang darinya. Atau sikap senang atas hilangnya nikmat orang lain, atas rasa gembira, atas musibah yang menimpa mereka. Akan tetapi, jika ia tidak membenci hal itu bagi saudaranya, maka ia tidak menginginkan kehilangannya, tetapi menginginkannya untuk dirinya sebagaimana yang ada pada saudaranya. Hal ini disebut dengan ghibthah. Rasulullah saw. Bersabda, “ Orang Mukmin bersifat Ghibtah dan orang munafik bersifat hasad.
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : 
"Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. 
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya."
(Riwayat Muslim)
Faktor – Faktor Penyebab
Al-Ghazali berpandangan bahwa hasad memiliki banyak sebab, yaitu permusuhan, ingin disanjung, kebencian, kesombongan, ‘ujub, ketakutan hilangnya maksud-maksud yang diinginkan, cinta kekuasaan dan kotornya jiwa dan kebakhilan.
Akibat
Dengki adalah penyakit hati yang keras. Ia merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membatalkan seluruh (pahala) kebaikan dan mengantarkan kita kepada murka Allah. Dengki dapat mengakibatkan seseorang selalu dirudung rasa sedih, dan itu tergantug pada orang yang didengki.  Jika orang yang didengki itu semakin sempurna dan tercapai segala nikmatnya, maka semakin sedihlah si pendengki itu. Orang yang hasud tidak akan berhenti dirundung rasa susah, sebab orang-orang yang dibencinya akan selalu memperoleh nikmat. Pendengki itu ibarat seseorang yang melemparkan musuhnya dengan batu, namun tidak mengenainya, bahkan malah berbalik mengenai matanya dan membutakannya. Sang pendengki akan selalu merasa sakit dan rasa sakit itu akan menjadi teman tidurnya siang dan malam. Dan sikap ini berarti menunjukkan akan kebenciannya terhadap nikmat Allah Swt., maka orang yang mendapat nikmat itu mendapat pahala, sementara si pendengki malah beroleh dosa.
Langkah – Langkah Menghindari Sifat Dengki
Untuk terhindar dari hasad, perlu bagi kita untuk mengetahui bahwa kedengkian akan berbahaya bagi dirinya, tetapi tidak bagi pihak yang didengki (mahsud), bahkan sebaliknya bermanfaat bagi yang didengki. Sebab kebaikan si pendengki dilemparkan kepada orang yang mendengkinya. Karena Rasulullah Saw. Pernah bersabda, “ Sikap hasud akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” Adapun solusi yang bersifat praktis adalah dengan mengenali hukum-hukum dengki beserta kata-kata dan perilaku yang menjurus pada perbuatan tersebut. Kemudian ia harus berbuat hal-hal yang berlawanan dengan semua itu; yaitu dengan memuji orang yang dihasud, menampakkan atas anugerah yang terlimpah padanya dan bersikap tawadhuk kepadanya. Dengan demikian, orang yang dihasud akan menjadi temannya, rasa hasudnya akan sirna dan ia akan terbebas dari sifat tersebut. Berhubungan dengan ini Allah berfirman, “ Dan tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang di antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang setia. (Q.S. Al-A’raf: 154).
ALLAH SWT telah memerintahkan Rasulullah SAW agar senantiasa berlindung dari sifat dengki. Dalam surat Al-Falaq ayat 5, ALLAH berfirman,
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan pendengki, apabila ia mendengki.”
Rasulullah SAW bersabda,
إيَّاكُمْ وَ الْحَسَدَ , فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلَ الْحَسَنَاتِ , كَمَ تَأْكُلَ النَّارِالحَطَبِ
“Jauhilah diri kalian dari sifat dengki, karena sesungguhnya dengki itu memakan (pahala) kebajikan sebagaimana api membakar kayu.”
Dalam sabdanya yang lain Rasul berpesan,
لاَ تَجْتَمِعُ فِي خَوْفِ عَبْدٍ , اَلْإيْمَانُ وَالْحَسَدُ
“Tidak akan berkumpul di dalam batin seorang hamba itu iman dan dengki.”
Hadist ini amat berat. Dari hadist ini dapat kita pahami bahwa orang beriman tidak akan memiliki sifat dengki. Jikalau mempunyai sifat dengki, berarti ia belum beriman (belum sempurna imannya).
Rasulullah SAW bersabda,
ثَلاَثٌ لاَ يَخْلُوْ مِنْهُنَّ أَحَدٌ : اَلْحَسَدُ , وَ الظَّنُّ , وَ الطِّيَرَةُ . أَفَلاَ اُنَبِّئُكُم بِالْمَخْرَجِ مِنْ ذَللِكَ : إذَا حَسَدْتَ فَلاَ تَبْغِ وَ إذَا ظَنَنْتَ فَلاَ تُحَقِّقِ , وَ إذَا تَطَيَّرْتَ فَامْضِ
“Tiga perkara yang tidak akan terlepas seseorang dari padanya, sifat dengki, prasangka buruk dan memandang sial terhadap sesuatu. Maukah engkau kutunjukkan jalan keluarnya. Jika engkau mendengki, jangan melampaui batas. Jika engkau berprasangka buruk, jangan engkau benarkan. Dan jika anda merasa sial, maka teruskanlah1.”
Orang yang mendengki hendaknya melawan perasaan hatinya dengan memuji orang yang didengki, serta memuliakan dan membantunya. Ini adalah cara yang paling mujarab untuk menghilangkan perasaan dengki.
Rasulullah SAW bersabda,
لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا
“Janganlah engkau saling mendengki, janganlah membenci, dan janganlah saling bermusuhan.”
Jadi, agar terhindar dari sifat dengki, maka hal yang pertama harus dilakukan adalah jangan menampakkan rasa hasud baik dengan lidah, gerakan fisik dan upaya-upaya sadar kita, akan tetapi lakukanlah sebaliknya. Kedua, jangan biarkan diri kita merasa senang atas hilangnya nikmat Allah dari hamba-Nya.
C.   SOMBONG
Definisi
Dalam kamus bahasa Arab al-Munjid, sombong berasal dari kata bahasa Arab Takabbara, masdarnya adalah Takabbur yang artinya adalah sombong. Kata ini pun berkembang menjadi al-Kibriyaa’, al-kibr yang berarti kesombongan, dan memiliki kesamaan arti denganIstakbara yang masdarnya adalah Istikbar. Namun makna lebih jauhnya lagi, kata al-Kibrberarti sifat sombong itu sendiri, Takabbur berarti tindakan yang sombong, sedangkanIstikbar adalah tindakan sombong yang sudah meminta keterlibatan orang lain untuk ikut bersikap sombong.
Allah Swt berfirman dalam Q. S. Al-A’raf :146), “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.” Dan dalam salah satu hadits qudsi Rasulullah Saw bersabda: “ Kesombongan itu adalah kain selendang-Ku dan kebesaran itu kain sarung-Ku. Barangsiapa melawan Aku pada salah satu dari keduanya, niscaya Aku melemparkannya ke dalam neraka Jahannam” (Hadis qudsi).
Menurut Al-Ghazali, kesombongan adalah suatu sifat di dalam jiwa yang tumbuh dari penglihatan nafsu. Sifat ini bermula dari virus hati yang menganggap dirinya paling mulia dan terhormat. Sedangkan orang lain dalam pandangannya adalah hina dan tercela. Maka sikap sombongnya ini hampir sama seperti sikap iblis yang tak mau sujud pada Adam ketika Allah memerintahkan mereka, dan mengatakan: “ … Aku lebih baik dari padanya (Adam). Aku Engkau ciptakan dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. (Q.S. Shad: 76)

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. “ (QS. Luqman:18)

Hakikat sombong, menurut al-Ghazali, adalah apabila seseorang memandang dirinya lebih unggul daripada orang lain dalam segi kesempurnaan sifat. Dan sesungguhnya sifat ini menyebabkan kehinaan dan kegoyahan akidah.
Faktor – Faktor Penyebab Sifat Sombong
Al-Ghazali menyebutkan bahwa penyebab utama dari penyakit hati ini terdiri dari beberapa sudut pandang, diantaranya adalah sebab pada orang yang menyombongkan diri, yakni Ujub, kemudian menyangkut orang yang disombongkan, yakni dendam dan dengki, dan yang berkaitan dengan yang lain dari keduanya, yakni riya’. Singkatnya, sebab-sebab sombong itu ada empat, yaitu ujub, dendam, dengki dan riya’. Namun al-Ghazali pun mengklasifikasikan bahwa sumber-sumber kesombongan itu ada 4 macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Mengerti, dalam arti banyak orang-orang yang alim yang mengerti banyak hal, akan tetapi ia tak luput dari kesombongan. Karena ilmu merupakan keutamaan paling tinggi di sisi Allah, maka tak sedikit orang yang berilmu melihat dirinya lebih unggul daripada orang lain. Rasulullah Saw. Bersabda: “ Bahaya mengerti adalah sombong.” Hadis lain mengatakan, “ Janganlah kalian termasuk orang-orang alim yang sombong, sebab ilmumu tidak sebanding dengan kebodohanmu.” Orang alim yang sombong memiliki karakter yang menganggap dirinya di sisi Allah lebih hebat daripada orang lain, atau menganggap bahwa hak-haknya merupakan kewajiban orang lain, bahkan merasa heran jika orang-orang tidak tunduk kepadanya.
  2. Wara’ (Waspada) dan Ibadah, bahwa sesungguhnya ahli ibadah pun tidak kedap dari takabur. Dengan ketekunan mereka dalam menjalankan ibadah, orang-orang ini mennganggap bahwa diri mereka seolah lebih hebat dan utama daripada Nabi, dan barangsiapa yang telah berani menyakitinya maka akan dianggap lebih hina daripada orang-orang kafir.
  3. Sombong karena faktor keturunan. Orang yang menyombongkan asal- usul keturunannya akan semakin sombong dengan perlakuan khusus dari orang lain.
  4. Sombong yang disebabkan oleh harta dan pengikut. Sesungguhnya takabur semacam ini adalah merupakan ketersimpangan dari jati diri. Mereka berbangga akan banyaknya harta yang mereka miliki, atau dengan rupa wajah mereka yang cantik maupun tampan.

Akibat Yang Ditimbulkan Dari Sifat Sombong
Kesombongan adalah dosa yang begitu besar, hingga jika seseorang yang dalam hatinya tersimpan kesombongan seberat biji sawi pun, maka ia tidak akan masuk surga, karena dalam sikap sombong terdapat tiga kotoran yang besar Pertama, ia menyamai Allah dalam kekhususan sifat-Nya. Kesombongan adalah selendang Allah sebagaimana difirmankan-Nya. Karena itu keagungan tidak layak disandangkan selain bagi-Nya. Kedua, sikap sombongmenyebabkan penolakan kebenaran dan menghinakan mahluk-mahluk lain. Rasulullah Saw. Bersabda, “Sikap sombong termasuk sikap yang menampik kebenaran, merendahkan manusia, menutup pintu kebahagiaan, dan menghinakan manusia.” Ketiga, sikap sombong merubah dirinya dengan seluruh mahluk, sebab sikap sombong tidak memungkinkan seseorang mencintai yang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri, sukap sombong tidak dapat membuat orang berendah hati, meninggalkan sikap dengki dan marah, tidak berdaya mengekang amarah, bersikap lembut dalam memberi nasehat atau meninggalkan sikap riya’. Jadi pada dasarnya, setiap akhlak tercela akan selalu dilalui oleh orang yang sombong dan tidak ada akhlak terpuji kecuali harus meninggalkan sifat tersebut.

Dalil yang diambil dari surat Al Qashash:83 menjelaskan bahwa sorga adalah tempatnya orang-orang yang tidak sombong. Dan pada dalil yang terdapat dalam surat Luqman:18 Allah swt memerintahkan kita untuk tidak sombong kepada sesama.

Oleh karena itu al-Ghazali menjelaskan bahwa, jika kesombongan itu ditujukan kepada Allah untuk tidak tunduk pada perintah-Nya, maka itu adalah benar-benar kekufuran. Jika kesombongan itu ditujukan kepada para rasul untuk tidak patuh kepada mereka karena mereka adalah manusia seperti dirinya, maka itu pun benar-benar kekufuran. Dan jika kesombongan itu ditujukan kepada manusia dan menyeru mereka untuk berkhidmat kepada dirinya serta tunduk kepadanya, maka itu pun merupakan pengingkaran terhadap Allah, karena tidak sepatutnya ia memerintahkan orang lain taat kepadanya. Jadi jika ia berbuat baik, berilmu dan beramal, lalu menyombongkannya kepada manusia, maka ia telah menghilangkan pahalanya, dan hampir pahalanya itu menjadi sia-sia.


Langkah – Langkah Untuk Menghindari Sifat Sombong

Langkah-langkah umum untuk menghindari sikap sombong adalah dengan mengenali diri kita sendiri. Bahwa kita manusia sebenarnya hanya berasal dari mani yang bau dan pada akhirnya akan mati menjadi bangkai yang menjijikkan. Sebagaimana firman Allah, “ Binasalah manusia, alangkah amat sangat kekafirannya? Dari apakah Allah menciptakannya? Dari setetes sperma, Allah menciptakan lalu menentukannya. Kemudian Ia memudahkan jalannya, dan mematikannya, serta memasukkannya ke dalam kubur. (Q.S. Al-A’raf: 179). Alangkah baiknya jika manusia mengetahui bahwa dirinya diciptakan dari saru pati tanah dan bukanlah apa-apa. Manusia pun tidak bisa menghindar dari ancaman nyawanya, akal, kesehatan, atau anggota badannya dan akhirnya kematian yang akhirnya akan dihadang oleh siksaan dan hisab pula setelahnya. Maka sebenarnya manusia tidak bisa menyombongkan apapun, Karena ia hanyalah seorang hamba yang hina dan tidak memiliki kuasa sedikitpun.
Oleh karena itu al-Ghazali menjelaskan obat kesombongan atas faktor-faktor atau sumber-sumber dari sifat sombong tadi. Bahwa sesungguhnya ilmu yang hakiki adalah sesuatu yang mampu membawa seseorang untuk mengenal Tuhannya dan mengenal dirinya sendiri, takut akan akhir hidupnya kelak dan hujjah Allah yang ditimpakan kepadanya. Sedangkan ‘Abid (ahli ibadah) yang sejati akan bertawadhuk ketika berilmu, karena merasa dirinya bodoh. Dan jika ia berasal dari keturunan yang berpangkat ataupun dianggap terhormat, maka ia senantiasa akan merenungkan asal-usul keturunannya. Dan jika mereka berbangga terhadap harta mereka, seharusnya mereka menyadari bahwa kekayaannya itu adalah sesuatu yang justru akan mengundang tangan-tangan jahil dan pencuri, dan bahwa kemolekan dan kerupawanan paras akan hilang begitu saja jika diri ditimpa sakit.
Di atas semua itu, al-Ghazali mengungkapkan bahwa hal-hal yang terbaik adalah yang pertengahan. Maka kerendahan yang terpuji adalah merendah kepada yang sebaya tanpa kehinaan.


BAB III
KESIMPULAN

Meskipun manusia diberkahi suara hati atau nurani, tempat bersemayangnya “nur” Ilahi pada diri, namun seringkali suara hati ini lemah terdengar karena tertutup oleh begitu nyaringnya suara-suara nafsu ego demi mengejar kepentingan tertentu yang terbatas dan bersifat sementara.  Ketika hati tidak lagi jernih, maka modus berfikir manusia pun bergeser dari mengasah suara hati menjadi sekedar instrument/alat apologi, dalam arti mencari-cari alasan membenarkan tindakan-tindakan yang sesungguhnya salah dan telah menyimpang.   Semua ini terjadi ketika nafsu yang mengejar  orientasi pada kepentingan egoistik lebih menguasai daya sadar otentiknya sebagai manusia yang memiliki fitrah yanghanif, yakni cenderung pada kebenaran. Karenanya, dominasi nafsu-nafsu instingtif hewani yang egoistik dan semakin tidak terkontrol ini merupakan virus yang merongrong daya tahan hati sehingga terbaring kaku, mulai membeku dan suaranya semakin lemah tak terdengar. Ketika hati  menjadi sakit, fikiran pun tidak lagi berdiri di atas motif-motif kejernihan intuitif, melainkan menjadi hamba nafsu sebagai gantinya, dan efek tindakannya pun tidak lagi sehat melainkan menyimpang dari nilai-nilai yang seharusnya sehingga akhlaknya pun menjadi tidak terpuji. Karena itulah akhlak seseorang pertama-tama sangat ditentukan oleh bening dan kotornya, atau sehat dan sakitnya hati seseorang.
Kondisi-kondisi yang dapat membuat hati menjadi sakit, sebut saja, penyakit atau “virus-virus hati yang paling berbahaya diantaranya menurut al-Ghazali ada 3 jenis, yakni  Amarah, Dengki  dan Sombong. Ketiga penyakit ini memiliki keterkaitan kuat satu sama lain, dalam arti jika ingin mengobati, maka pengobatan penyakit hati ini harus tuntas semuanya. Karena dikatakan bahwa penyakit hati yang tingkatannya jauh lebih berbahaya adalah Amarah yang membuat penderitanya tak akan luput pula dari penyakit hati yang lain yakni Dengki dan Sombong. Ketika menyombongkan sesuatu yang dimilikinya atau yang ada pada dirinya, maka otomatis ia mengharapkan imbalan pujian dari orang lain sebagai pengakuan akan keberadaan dirinya beserta kemegahan dan berujung pada keiri hatian atau kebencian jikalau ada saudaranya yang memiliki nikmat yang lebih daripadanya, hingga ia berusaha agar ia tetap mempertahankan kedudukannya dan menghilangkan nikmat yang dianugerahkan Allah pada saudaranya itu. Inilah ketiga penyakit hati yang akut dan harus segera diobati dengan ilmu dan pengenalan diri serta kembali menyandarkan segala sesuatunya kepada Yang layak diharap pertolongannya dan dipuja, yakni Allah Swt.






0 komentar:

Posting Komentar